Senin, 14 November 2011

Dalil Najisnya Air Liur Anjing


Adapun dalil dari sunnah yang telah diterima semua ulama tentang najisnya air liur anjing adalah sebagai berikut:

Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Bila seekor anjing minum dari wadah milik kalian, maka cucilah 7 kali. (HR Bukhari 172, Muslim 279, 90).
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Sucinya wadah kalian yang dimasuki mulut anjing adalah dengan mencucinya 7 kali." Dan menurut riwayat Ahmad dan Muslim disebutkan salahsatunya dengan tanah." (HR Muslim 279, 91, Ahmad 2/427)
Maka seluruh ulama sepakat bahwa air liur anjing itu najis, bahkan levelnya najis yang berat (mughallazhah). Sebab untuk mensucikannya harus dengan air tujuh kali dan salah satunya dengan menggunakan tanah.

Siapa yang menentang hukum ini, maka dia telah menentang Allah dan rasul-Nya. Sebab Allah SWT dan Rasulullah SAW telah menegaskan kenajisan air liur anjing itu.
Khilaf Dalam Penetapan Najisnya Tubuh Anjing Seluruh ulama telah membaca hadits-hadits di atas, tentunya mereka semua sepakat bahwa air liur anjing itu najis berat.
Namun yang disepakati adalah kenajisan air liurnya. Lalu bagaimana dengan kenajisan tubuh anjing, dalam hal ini umumnya ulama mengatakan bahwa karena air liur itu bersumber dari tubuh anjing, maka otomatis tubuhnya pun harus najis juga. Sangat tidak masuk akal kalau kita mengatakan bahwa
wadah air yang kemasukan moncong anjing hukumnya jadi najis, sementara tubuh anjing sebagai tempat munculnya air liur itu kok malah tidak najis.
Namun kita akui bahwa ada satu pendapat menyendiri yang mengatakan bahwa tubuh anjing itu tidak najis. Yang najis hanya air liurnya saja. Karena hadits-hadits itu hanya menyebut air liurnya saja, tidak menyebutkan bahwa badan anjing itu najis. Pendapat ini dikemukakan oleh para ulama kalangan mazhab Malikiyah. Meski kurang masuk akal, namun kita hormati pendapat mereka dengan alur logika berfikirnya.
Namun yang pasti, ulama kalangan mazhab Maliki tidak pernah menolak dalil dari sunnah nabawiyah. Mereka bukan ingkarussunnah yang hanya memakai Quran lalu kafir kepada hadits. Mereka adalah mazhab fiqih yang beraliran ahlussunnah wal jamaah juga.
Lebih dalam tentang bagaimana perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang kenajisan anjing ini, kita bedah satu persatu sesuai apa yang terdapat dalam kitab-kitab fiqih rujukan utama.

a. Mazhab Al-Hanafiyah

Dalam mazhab ini sebagaimana yang kita dapat dikitab Fathul Qadir jilid 1 halaman 64, kitab Al-Badai` jilid 1 halaman 63, disebutkan bahwa yang najis dari anjing ada tiga, yaitu: air liur, mulut dan kotorannya. Sedangkan tubuh dan bagian lainnya tidak dianggap najis. Kedudukannya sebagaimana hewan yang lainnya, bahkan umumnya anjing bermanfaat banyak buat manusia. Misalnya sebagai hewan penjaga atau pun hewan untuk berburu. Mengapa demikian?

Sebab dalam hadits tentang najisnya anjing, yang ditetapkan sebagai najis hanya bila anjing itu minum di suatu wadah air. Maka hanya bagian mulut dan air liurnya saja (termasuk kotorannya) yang dianggap najis.

b. Mazhab Al-Malikiyah

Seperti sudah disebutkan di atas, nazhab inimengatakan bahwa badan anjing itu tidak najis kecuali hanya air liurnya saja. Bila air liur anjing jatuh masuk ke dalam wadah air, wajiblah dicuci tujuh kali sebagai bentuk ritual pensuciannya.
Tetapi karena dalil sunnah nabawiyah tidak menyebutkan najisnya tubuh anjing, maka logika fiqih mereka mengantarkan mereka kepada pendapat bahwa tubuh anjing tidak najis.
Silahkan periksa kitab Asy-Syarhul Kabir jilid 1 halaman 83 dan As-Syarhus-Shaghir jilid 1 halaman 43.

c. Mazhab As-Syafi`iyah dan Al-Hanabilah

Kedua mazhab ini sepakat mengatakan bahwa bukan hanya air liurnya saja yang najis, tetapi seluruh tubuh anjing itu hukumnya najis berat, termasuk keringatnya. Bahkan hewan lain yang kawin dengan anjing pun ikut hukum yang sama pula. Dan untuk mensucikannya harus dengan mencucinya tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.
Logika yang digunakan oleh mazhab ini adalah tidak mungkin kita hanya mengatakan bahwa yang najis dari anjing hanya mulut dan air liurnya saja. Sebab sumber air liur itu dari badannya. Maka badannya itu juga merupakan sumber najis. Termasuk air yang keluar dari tubuh itu juga,air kencing, kotoran dan juga keringatnya.
Pendapat tentang najisnya seluruh tubuh anjing ini juga dikuatkan dengan hadits lainnya antara lain:

Bahwa Rasululah SAW diundang masuk ke rumah salah seorang kaum dan beliau mendatangi undangan itu. Di kala lainya, kaum yang lain mengundangnya dan beliau tidak mendatanginya. Ketika ditanyakan kepada beliau apa sebabnya beliau tidak mendatangi undangan yang kedua, beliau bersabda,"Di rumah yang kedua ada anjing sedangkan di rumah yang pertama hanya ada kucing. Dan kucing itu itu tidak najis." (HR Al-Hakim dan Ad-Daruquthuny).

Dari hadits ini bisa dipahami bahwa kucing itu tidak najis, sedangkan anjing itu najis. Lihat kitab Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halaman 78, kitab Kasy-syaaf Al-Qanna` jilid 1 halaman 208 dan kitab Al-Mughni jilid 1 halaman 52.
Anjing Ashabul Kahfi
Kisah ashabul kafi yang menghuni gua dan memiliki anjing, sama sekali tidak ada kaitannya dengan hukum najisnya anjing. Ada dua alasan mengapa kami katakan demikian.
Pertama, mereka bukan umat nabi Muhammad SAW. Maka syariat yang turun kepada mereka tidak secara otomatis berlaku buat kita. Kecuali ada ketetapan hukum dari Rasulullah SAW.
Kedua, kisah itu sama sekali tidak memberikan informasi tentang hukum tubuh anjing, apakah najis atau tidak. Kisah itu hanya menceritakan bahwa di antara penghuni gua, salah satunya ada anjing.
Dan memelihara anjing dalam Islam tidak diharamkan, terutama bila digunakan untuk hal-hal yang berguna. Seperti untuk berburu, mencari jejak dan sebagainya. Bahkan kita dibolehkan memakan hewan hasil buruan anjing telah diajar. Al-Quran mengistilahkannya dengan sebutan: mukallab.

Mereka menanyakan kepadamu, "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah, "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.(QS. Al-Maidah: 4)

Menurut para ahli tafsir, yang dimaksud dengan binatang buas yang telah diajar dengan melatihkan untuk berburu di dalam ayat ini adalah anjing pemburu. Tentu bekas gigitannya pada tubuh binatang buruan tidak boleh dimakan. Tapi selain itu, hukumnya boleh dimakan dan tidak perlu disembelih lagi

Makna Manusia Sebagai Makhluk Sosial dan Makhluk ekonomi Yang Bermoral


Makna manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi yang bermoral

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak mungkin hidup sendiri dalam memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan orang lain, karena memang manusia diciptakan Tuhan untuk saling berinteraksi, bermasyara kat / bersilaturahmi dengan sesama serta dapat saling tolong menolong dalam memenuhi kebutuhannya.


Kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkumpul dengan sesama merupakan kebutuhan dasar (naluri) manusia itu sendiri yang dinamakan Gregariousness. Maka dengan demikian manusia merupakan makhluk sosial ( Homo Socius) yaitu makhluk yang selalu ingin berinteraksi dengan sesama/ bergaul. Adapun ilmu yang mempelajari manusia sebagai makhluk yang mempunyai naluri untuk senantiasa hidup bersama sesamanya dinamakan ilmu sosiologi.
Manusia dalam memenuhi kebutuhannya di ungkapkan oleh Adam Smith ( 1723-1790) dalam bukunya yang berjudul “ An Inquiry into the nature and causes of the wealth of nations”, yaitu Manusia merupakan makhluk ekonomi ( Homo Economicus) yang cenderung tidak pernah merasa puas dengan apa yang diperolehnya dan selalu berusaha secara terus menerus dalam memenuhi kebutuhannya. (self Interest).
Sebagai makhluk ekonomi manusia selalu bertindak Rasional artinya selalu memperhitungkan sebab akibat (untung- rugi) dalam mengambil suatu keputusan dalam rangka memenuhi kebutuhannya sehingga tidak merugikan diri sendiri. Namun demikian makhluk ekonomi bukanlah makhluk egois yang hanya
Manusia dalam memenuhi kebutuhannya
guna mencapai kemakmuran.mementingkan diri sendiri dan merugikan orang lain. Makhluk ekonomi cenderung menggunakan prinsip prinsip ekonomi dalam aktifitasnya
• Homo homini lupus = manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (maksudnya manusia merugikan /membuat kelicikan/ kejahatan terhadap manusia lainnya.
• Homo homini socius = manusia menjadi kawan bagi manusia lainnya.
• Aristoteles (seorang filsuf yunani ) menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang selalu hidup bermasyarakat. (zoon politicon).

2. Ciri Ciri Manusia sebagai makhluk sosial dan ekonomi yang bermoral.

Manusia sebagai makhluk sosial memiliki naluri untuk saling tolong menolong, setia kawan dan toleransi serta simpati dan empati terhadap sesamanya. Keadaan inilah yang dapat menjadikan suatu masyarakat yang baik, harmonis dan rukun, hingga timbullah norma, etika dan kesopan santunan yang dianut oleh masyarakat. Bila hal hal diatas dilanggar atau terabaikan maka terjadilah yang dinamakan penyimpangan sosial.
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki 2 harat yaitu:
1.Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia yang lain di sekelilingnya ( Masyarakat).
2.Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekitarnya.
Manusia sebagai makhluk ekonomi memiliki Ciri- ciri yaitu:
1.Cenderung melakukan tindakan ekonomi atas dasar kepentingan sendiri
2.Cenderung melakukan tindakan ekonomi secara efisien. ( selalu memikirkan perbandingan antara apa yang dikorbankan/ dikeluarkan dengan apa yang akan dicapai / hasilnya.).
3.Cenderung memilih suatu kegiatan /aktifitas yang paling dekat dengan pencapaian tujuan yang diinginkan.
Ketiga kecenderungan ini disebabkan karena kebutuhan atau keinginan manusia yang selalu bertambah sedangkan sumberdaya / pemuas kebutuhan sifatnya terbatas.
Adapun faktor yang mempengaruhi perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhannya adalah:
A.Faktor Intern:
1.Sikap dan gaya hidup
2.Selera
3.Pendapatan
4.Intensitas kebutuhan

B.Faktor Ekstern
1.lingkungan
2.Adat istiadat
3.Kebijakan pemerintah
4.Mode / Trend
5.Kemajuan teknologi dan kebudayaan
6.Keadaan alam

3.Hubungan antara manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi yang bermoral.

Manusia dalam memenuhi kebutuhannya tak lepas dari hubungannya dengan orang lain, karena dengan adanya hubungan tersebut maka apa yang dibutuhkan mungkin dapat terpenuhi, sebagai contoh; Manusia membutuhkan makan nasi maka ia harus pergi ke pasar untuk membeli beras pada penjual beras, adapun penjual beras tentunya mendapatkan beras (membelinya) dari para petani di desa. Hubungan jual beli ini tentunya akan lebih baik dengan mengindahkan etika dan norma (Moral) yaitu tidak melakukan kecurangan dalam transaksi jual belinya. Seperti mengurangi timbangan atau transaksi dengan menggunakan sebagian uang palsu dan berbagai bentuk kecurangan lainya.
Bila terjadi kecurangan kecurangan tentunya hubungan antar manusia tidak akan harmonis. Walau manusia sebagai makhluk ekonomi yang selalu ingin mementingkan diri sendiri dalam memenuhi kebutuhannya namun tidak dibenarkan untuk melakukan kecurangan dalam memperoleh apa yang diinginkannya.
Manusia tidak boleh mengabaikan etika dan nilai nilai moral didalam hubungannya dengan manusia lain (homo socius) dan dalam memenuhi kebutuhannya (homo economicus).

BABI MENURUT HUKUM ISLAM



Islam melarang umatnya untuk memakan atau mengkonsumsi daging Babi. Hal ini sesuai dengan Al Quran surat Al-Baqarah (ayat 173) yang berbunyi : " Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagi kamu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang ketika disembelih disebut nama selain Allah..."
Ternyata larangan tersebut justru bermaksud melindungi kita. Coba lihat saja bagaimana babi menghidupi dirinya sendiri. Babi adalah binatang pemakan segala, karenanya ia dapat makan apa saja termasuk kotoran dan bangkai. Nah bayangkan bagaimana makanan kotor itu tercerna dalam perut binatang ini.
Menurut para ahli, babi juga tidak sehat untuk dikonsumsi karena mengandung beberapa unsur yang dapat merugikan orang yang memakannya. Misalnya kandungan lemak babi sangat tinggi, yaitu mencapai 50%, sedangkan lemak domba hanya 17% dan kerbau 5%. Daging babi juga mengandung kolesterol 15 kali lebih banyak dibanding daging hewan ternak lainnya yang tentunya kurang baik bagi kesehatan.
Bahkan menurut penelitian medis, disebutkan bahwa tubuh babi terdapat beberapa virus, bakteri, cacing, dan sejenisnya yang sangat berbahaya dan dapat mengakibatkan beberapa penyakit, seperti cacing pita, flu babi, radang otak, peradangan mulut, hati dan sebagainya. Terlepas dari penilaian para ahli sedemikian rupa, larangan makan babi di dalam Al Quran sangat jelas. Tentu ada hikmah di balik itu yang mungkin belum terungkap selain yang telah diungkapkan oleh para ahli.


Hikmah Pengharaman Babi oleh Syeikh Fauzi Muhammad Abu Zaid Hal ini penting untuk diketahui, terutama oleh pemuda-pemuda kita yang sering pergi ke negara-negara Eropa dan Amerika, yang menjadikan daging babi sebagai makanan pokok dalam hidangan mereka.
Dalam kesempatan ini, saya sitir kembali kejadian yang berlangsung ketika Imam Muhammad Abduh mengunjungi Perancis. Mereka bertanya kepadanya mengenai rahasia diharamkannya babi dalam Islam. Mereka bertanya kepada Imam, “Kalian (umat Islam) mengatakan bahwa babi haram, karena ia memakan sampah yang mengandung cacing pita, mikroba-mikroba dan bakteri-bakteri lainnya. Hal itu sekarang ini sudah tidak ada. Karena babi diternak dalam peternakan modern, dengan kebersihan terjamin, dan proses sterilisasi yang mencukupi. Bagaimana mungkin babi-babi itu terjangkit cacing pita atau bakteri dan mikroba lainnya.?”
Imam Muhammad Abduh tidak langsung menjawab pertanyaan itu, dan dengan kecerdikannya beliau meminta mereka untuk menghadirkan dua ekor ayam jantan beserta satu ayam betina, dan dua ekor babi jantan beserta satu babi betina.
Mengetahui hal itu, mereka bertanya, “Untuk apa semua ini?” Beliau menjawab, “Penuhi apa yang saya pinta, maka akan saya perlihatkan suatu rahasia.”Mereka memenuhi apa yang beliau pinta. Kemudian beliau memerintahkan agar melepas dua ekor ayam jantan bersama satu ekor ayam betina dalam satu kandang. Kedua ayam jantan itu berkelahi dan saling membunuh, untuk mendapatkan ayam betina bagi dirinya sendiri, hingga salah satu dari keduanya hampir tewas. Beliau lalu memerintahkan agar mengurung kedua ayam tersebut.
Kemudian beliau memerintahkan mereka untuk melepas dua ekor babi jantan bersama dengan satu babi betina. Kali ini mereka menyaksikan keanehan. Babi jantan yang satu membantu temannya sesama jantan untuk melaksanakan hajat seksualnya, tanpa rasa cemburu, tanpa harga diri atau keinginan untuk menjaga babi betina dari temannya.
Selanjutnya beliau berkata, “Saudara-saudara, daging babi membunuh ‘ghirah’ orang yang memakannya. Itulah yang terjadi pada kalian. Seorang lelaki dari kalian melihat isterinya bersama lelaki lain, dan membiarkannya tanpa rasa cemburu, dan seorang bapak di antara kalian melihat anak perempuannya bersama lelaki asing, dan kalian membiarkannya tanpa rasa cemburu, dan was-was, karena daging babi itu menularkan sifat-sifatnya pada orang yang memakannya.”
Kemudian beliau memberikan contoh yang baik sekali dalam syariat Islam. Yaitu Islam mengharamkan beberapa jenis ternak dan unggas yang berkeliaran di sekitar kita, yang memakan kotorannya sendiri. Syariah memerintahkan bagi orang yang ingin menyembelih ayam, bebek atau angsa yang memakan kotorannya sendiri agar mengurungnya selama tiga hari, memberinya makan dan memperhatikan apa yang dikonsumsi oleh hewan itu. Hingga perutnya bersih dari kotoran-kotoran yang mengandung bakteri dan mikroba. Karena penyakit ini akan berpindah kepada manusia, tanpa diketahui dan dirasakan oleh orang yang memakannya. Itulah hukum Allah, seperti itulah hikmah Allah.Ilmu pengetahuan modern telah mengungkapkan banyak penyakit yang disebabkan mengkonsumsi daging babi.
Sebagian darinya disebutkan oleh Dr.Murad Hoffman, seorang Muslim Jerman, dalam bukunya “Pergolakan Pemikiran: Catatan Harian Muslim Jerman”, halaman 130-131: “Memakan daging babi yang terjangkiti cacing babi tidak hanya berbahaya, tetapi juga dapat menyebabkan meningkatnya kandungan kolestrol dan memperlambat proses penguraian protein dalam tubuh, yang mengakibatkan kemungkinan terserang kanker usus, iritasi kulit, eksim, dan rematik. Bukankah sudah kita ketahui, virus-virus influenza yang berbahaya hidup dan berkembang pada musim panas karena medium babi?”
Dr. Muhammad Abdul Khair, dalam bukunya Ijtihâdât fi at Tafsîr al penderita penyakit ini di negara-negara yang penduduknya memakan babi, meningkat secara drastis. Terutama di negara-negara Eropa, dan Amerika, serta di negara-negara Asia (seperti Cina dan India). Sementara di negara-negara Islam, persentasenya amat rendah, sekitar 1/1000. Hasil penelitian ini dipublikasikan pada 1986, dalam Konferensi Tahunan Sedunia tentang Penyakit Alat Pencernaan, yang diadakan di Sao Paulo. Kini kita tahu betapa besar hikmah Allah mengharamkan daging dan lemak babi. Untuk diketahui bersama, pengharaman tersebut tidak hanya daging babi saja, namun juga semua makanan yang diproses dengan lemak babi, seperti beberapa jenis permen dan coklat, juga beberapa jenis roti yang bagian atasnya disiram dengan lemak babi. Kesimpulannya, semua hal yang menggunakan lemak hewan hendaknya diperhatikan sebelum disantap. Kita tidak memakannya kecuali setelah yakin bahwa makanan itu tidak mengandung lemak atau minyak babi, sehingga kita tidak terjatuh ke dalam kemaksiatan terhadap Allah SWT, dan tidak terkena bahaya-bahaya yang melatarbelakangi Allah SWT mengharamkan daging dan lemak babi.